Inovasi dalam Sistem Pendidikan di Indonesia

Menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012, siswa?siswi Indonesia berumur 15 tahun berada dalam posisi ke?64 dari 65 negara dalam kemampuan di bidang matematika, membaca, dan ilmu pengetahuan alam. Sangat disayangkan untuk Negara Indonesia, sebuah negara yang penuh akan keberagaman dan kekayaan kultural, untuk berada di posisi yang lebih rendah daripada negara?negara seperti Qatar, Colombia, dan Singapura. Hal ini dapat menjadi pertanda bahwa kualitas pendidikan di Indonesia tergolong rendah. Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia agar dapat melahirkan siswa?siswa yang mampu bersaing dalam kancah internasional?

Ada berbagai faktor yang dapat berkontribusi dalam tingkat kualitas sistem pendidikan Indonesia pada saat ini. Salah satunya adalah cara pembelajaran yang cenderung bersifat indoktrinasi dan  tidak  mengakomodasi  bakat, minat, dan kebutuhan siswa?siswanya. Faktor lainnya adalah sedikitnya jumlah pengajar yang mampu dan mau untuk mempromosikan perkembangan bakat dan minat siswa? siswanya. Banyak pengajar yang cenderung memaksakan kehendaknya tanpa memperhatikan bakat, minat, dan kebutuhan para siswanya. Oleh sebab itu, banyak siswa yang “takut” akan ilmu?ilmu yang diajarkan di sekolah.

Cara mengajar yang seperti ini yang mengajarkan “apa” yang harus dipikirkan daripada mengajarkan “mengapa” dan “bagaimana” harus berpikir, membatasi perkembangan kreativitas dan sifat berpikir kritis dalam siswa?siswa Indonesia. Konsekuensinya, manusia yang dilahirkan oleh sistem pendidikan ini tidak siap dalam menghadapi permasalahan?permasalahan dunia nyata yang menuntut kratifitas dan pemikiran kritis untuk diselesaikan. Oleh karena itu, demi melahirkan komunitas Indonesia yang kreatif dan mampu bersaing dalam kancah internasional, dibutuhkan sebuah inovasi dalam sistem pendidikan Indonesia. Inovasi yang dibutuhkan adalah inovasi pembelajaran yang berfokus kepada pemecahan masalah dengan menggunakan logika dan kreativitas daripada pemecahan masalah dengan menggunakan suatu sistematika yang diajarkan

Salah satu masalah dari pendidikan Indonesia adalah ketidakseimbangannya pendidikan yang bersifat kognitif dan afektif. Perlu diperhatikan bahwa proses pemecahan masalah tidak hanya melibatkan pengetahuan empiris yang diliput oleh kemampuan kognitif, tetapi juga membutuhkan pengamatan, intuisi, gairah, kreativitas dan sebagainya yang diliputi oleh kemampuan afektif. Jika pembelajaran kognitif dan afektif tidak dintegrasikan dengan baik dalam proses pendidikan, maka pendewasaan manusia, fungsi dan cita?cita dari pendidikan, tidak dapat dijalankan dengan sempurna.

Apakah masalah dari pendidikan Indonesia berawal dari pendekatan pada proses pembelajaran yang salah? Salah satu cara untuk melihat bagaimana pendekatan dalam proses pembelajaran di Indonesia dilakukan adalah dengan cara melihat buku pelajaran yang digunakan. Buku pelajaran yang digunakan di Indonesia hanya sekedar menyalurkan informasi di dalamnya tanpa mengajak siswa untuk terlibat dalam proses pembelajarannya. Hal ini adalah contoh dimana pendidikan Indonesia siswa “apa” yang harus dipikirkan daripada bagaimana cara untuk berpikir. Sebaliknya, contoh buku pelajaran yang digunakan oleh sebuah sekolah di New York, Amerika Serikat, mengajak siswa untuk terlibat dalam setiap awal bab. Penjelasan yang diberikan dalam buku pelajaran ini juga memulai setiap bab dengan pertanyaan? pertanyaan yang mendorong siswa?siswanya untuk mencoba untuk menjawab sendiri sebelum membaca buku tersebut lebih lanjut. Dibandingkan dengan buku pelajaran Indonesia, buku pelajaran yang digunakan di Amerika Serikat ini mengakomodai perkembangan sifat berpikir kritis dan kreativitas dalam siswa?siswanya.

Mengingat buku pelajaran Amerika Serikat, sebuah inovasi dapat dilakukan pada buku pelajaran Indonesia saat ini untuk memuat aktivitas ? aktivitas yang mempromosikan perkembangan kreativitas dan pemikiran kritis. Dengan cara ini, proses pendidikan bukan hanya berupa penyaluran informasi dari pengajar kepada siswa, tetapi juga menuju pendewasaan diri siswa baik dalam intelektualitas, moral, dan spiritualitas.

Di samping perbaikan buku pelajaran, kualitas dari pengajar juga harus diperhatikan. Langkah pertama dalam menaikan kualitas pengajar adalah menaikan profesionalisme dan kesejahteraan pengajar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pelatihan kepada pengajar, terutama pengajar? pengajar di wilayah terpencil.

Sistem pelatihan yang dilakukan oleh Shanghai dalam upaya menaikan kualitas pendidikannya dapat dicontoh. Pemerintah Shanghai menugaskan pengajar dari sekolah? sekolah berprestasi untuk melatih sekolah?sekolah lemah di kawasannya. Hasilnya, kualitas dari pengajar di sekolah? sekolah  tersebut  terangkat  kualitasnya.  Dengan  kualitas pengajar yang meningkat, maka tidaklah sulit untuk mulai membina siswa dalam menumbuhkan kreativitas dan pemikiran kritis. Menurut survei PISA 2012, pengajar dan siswa Indonesia mempunyai hubungan yang sangat baik. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika pengajar?pengajar di Indonesia dapat menjadi mentor yang tidak sebatas memberikan informasi kepada siswa, tetapi menjadi mentor yang dapat membantu siswa?siswanya berkembang untuk menjadi manusia dewasa dalam semua aspek sesuai dengan cita?cita pendidikan.

Oleh karena itu, dengan solusi?solusi yang disajikan di atas, diharapkan sistem pendidikan Indonesia dapat menonjolkan potensial ? potensial unik dalam siswa?siswanya dan melahirkan generasi masyarakat Indonesia yang cerdas dan kreatif. Tentu saja hal ini tidak dapat dilakukan tanpa kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia tentang pendekatan pendidikan yang belum tepat. Oleh karena itu sangatlah disarankan bagi masyarakat untuk memperluas pikiran dan mencari jalan keluar bersama?sama demi kelangsungan proses pendidikan siswa?siswa Indonesia

 

Meutia  Wulansatiti  Nursanto,  lahir  di  Honolulu,  10 Desember 1994. Mengenyam pendidikan sekolah dasar di SDK Paulus I/II (lulus tahun 2007), melanjutkan sekolah di Hamilton Secondary College (lulus tahun 2010) dan Australian  Science  and  Mathematics  School  (lulus  tahun 2012).

Mahasiswa program studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Unpar, angkatan 2012 ini pernah menjadi peserta ajang The 8th OCPA International Conference on Physics Education and Frontier Physics (2014), peserta Olimpiade Mahasiswa tingkat Nasional (2015), peserta ONMIPA tingkat  Wilayah  (2015),  dan  Silver  Medalist University Physics Competition (2016). Tahun 2016, menjadi mahasiswa berprestasi peringkat 1 UNPAR dan peringkat 3 tingkat Kopertis wilayah IV.

Sumber : Majalah Parahyangan, Edisi 2016 Kuartal IV/ Oktober-Desember Vol. III No.4

X